Kategori Kegiatan MAPALA?

Thanks Buat Teman Popon, GOD Bless You!!!

Tentang Kategorisasi Kegiatan
Menanggapi artikel Kompas, Minggu 29 Maret 1992, Surat Terbuka Untuk Norman & Didiek di Aconcagua, yg dikutip kawan Gombrenk dlm tulisannya di Blogspot Friendster dgn judul “MAPALA, resiko yang harus dihadapi dari sebuah konsistensi”, sepertinya kategori MAPALA dalam kutipan tersebut perlu untuk dielaborasi ulang.
Dalam tulisan tersebut kegiatan MAPALA meliputi: mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi, hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman yg paling dalam & lainnya. Pengkategorian yg cenderung mengarah pada kegiatan adventurous an sich inilah kemudian memunculkan stigma masyarakat terhadap kegiatan mapala yg hanya mengarah pada hedonisme, hura-hura, menghambur-hamburkan uang orangtua. Tentu saja stigma yg terkonstruksi dalam masyarakat itu menjadi wajar, karena selama ini paradigma yg dibentuk oleh Mapala sendiri dalam kegiatannya memang hanya sebatas hal-hal itu. Padahal menurut saya, paradigma itu adalah paradigma lama & perlu untuk segera dirobohkan.
Kita lihat ke belakang dalam tulisan Gie, ia berpendapat,
“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya memalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik”
Inti pendirian MAPALA dlm pendapat Gie dkk adalah membangun idealisme, mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya.
Idealisme, menyangkut visi yg sama dalam organisasi. Tak mungkin sebuah organisasi memiliki visi berlainan antara anggota 1 dgn anggota lainnya. Karena pada dasarnya sebuah organisasi adalah wadah dari org2 bervisi sama lalu melakukan misi secara bersama-sama. Untuk itu yg perlu dibangun pertama kali dalam organisasi Mapala adalah visi bersama yg merupakan sebuah harga mati. Bahwa alam ini semakin menua dan penyakitan, bahwa alam ini butuh orang-orang yg peduli, orang2 yg melawan ekploitasi alam.
Jujur terkait dengan keterbukaan dan hasrat menghindari kemunafikan. Untuk itu selayaknya Mapala tidak munafik dengan nama yg melekat pada nama organisasinya, yaitu “Pecinta Alam”. Jika paradigma kegiatan yg terbentuk hanya sebatas penggiat kegiatan alam, maka nama yg pantas disandang adalah Mahasiswa Penggiat kegiatan alam. Cinta mengandung arti memberi. Kalau salah satu kawan dalam Blogspot-nya di FS bilang “love is a Verb”, maka saya akan mengangguk setuju. Cinta adalah kata kerja, berbuat, bertindak, aktif, memberi, memilih. Maka dari itu saya tak bersetuju jika kegiatan Mapala dikerucutkan hanya sebatas kegiatan keras berbau petualangan melulu. Kegiatan yang sarat dengan unsur akademis semacam penelitian & bertujuan akhir untuk kepentingan konservasi alam juga bisa inklusif dalam kegiatan Mapala. Pemberdayaan masyarakat pedalaman untuk melestarikan alam & menentang ekploitasi alam juga merupakan manifestasi dari “mencintai alam”. Kegiatan semacam ini justru dapat menjadi titik tolak mahasiswa untuk mengenali rakyat. Untuk mendapat citra positif di tengah2 masyarakat. Bukankah selama ini terdapat dinding tebal antara dunia mahasiswa dan realitas masyarakat yang kemudian coba disatukan dgn kegiatan Kuliah Kerja Nyata?
Intinya, kontribusi apakah yg selama ini dilakukan sebagian besar Mapala pada masyarakat? Riil, belum seberapa kecuali “Pembentukan pribadi mahasiswa itu sendiri (sebagai bagian dari masyarakat) untuk menjadi orang yang terbiasa hidup dalam kerasnya alam sehingga lebih tegar dalam menjalani kehidupan nyata”. Semacam onani, bukan?
Jadi jika Gie dkk saat itu belum sampai pada tahap tersebut, yaitu berkontribusi secara langsung terhadap kesejahteraan manusia melalui kegiatan alam,–mencintai alam dan mengenali rakyat/bangsa, maka adalah sebuah stagnasi jika Mapala saat ini masih berkurung dalam tempurung kegiatan yg semacam itu-itu saja.
MAPALA berubahlah!! Zaman terus bergerak!!
Jgn berdiri terpekur, kalian akan terlindas oleh kejamnya perubahan zaman. Ubahlah Stigma itu mulai sekarang juga!!
“Tak apalah stigma menghambur-hamburkan uang tetap melekat pada Mapala jika memang ada kontribusi riil pada masyarakat, tul ga seeeeeh?”

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bermacam 2 alasan untuk melakukan kegiatan alam bebas....

Tulisan Terbaru

...... ........